Usia ku kini 26 tahun,usia yang
cukup untuk membina sebuah rumah tangga.Karena itu sudah sejak tiga tahun
trakhir aku mengupayakan langkah menuju kesana.
Sampai saat ini aku sudah
menjalani empat kali proses penjajakan menuju jenjang pernikahan.pertama kali
aku dikenalkan seorang ustadz dengan seorang profesor asal mesir,untuk menjadi
istri kedua.namun proses itu tidak berlanjut karena kendana geografis.
Kali kedua aku diperkenalkan
seorang muslim perjaka.namun itu tidak berlanjut karena dianggap tidak sekufu
dari segi pendidikan.
Pada kali ketiga,aku dikenalkan
dengan Helmy < nama samaran>,seorang muslim perjaka yang hafizh (hafal 30
juz al qur’an),lulusan sebuah ma’had ‘aly (sekolah tinggi islam) di Bekasi.
Mulanya proses berjalan
lancar.kedua belah pihak merasa cocok untuk menjadi pasangan suami –
istri.Helmy akhirnya menjumpai orang tua ku untuk melamarku.Singkat
kata,lamaran di terima dan tanggal lamaran pun di tetapkan,yakni 30 april 2007.
Waktu terasa sangat lama untuk menunggu hari bersejarah
dalam hidupku,hari disaat aku akan menggenapkan separuh dien-ku.Babak dimana
seorang sarah akan melalui hari hari penuh pengabdian terhadap suami.
Ditengah impian tentang sosok istri sholihah,tiga hari menjelang
pernikahan ku.datang sebuah sms dari
nomer yang telah kukenal “saya sakit,mohon tanggal pernikahanya di undur .tanpa
batas waktu.”
Pesan singkat itu membuatku
bingung,kecewa,marah,sedih,takut,dan beragam perasaan lain yang berkecamuk
menesaki dada dan pikiranku.
“ya Rabbi,kuatkan hamba-Mu ini.”
Alhamdulillah ,banyak sahabat yang menguatkan
hatiku.”sarah,anti(anda) wanita yang baik yang kukenal selama ini.Aku yakin ini
terjadi karena ia bukan yang terbaik untuk mu,” ujar Yusita,seniorku di tempat
aku bekerja.
Aku juga belajar sabar dari Hanita,rekan sejawatku yang
berumur 35 tahun.Dia telah beberapa kali pula menjalankan ta’aruf,tetapi belum
ada yang sampai ke jenjang pernikahan.meski begitu,tak ada rona kekecewaan pada
wajahnya.
Setelah aku renungkan, aku sadari bahwa seluruh proses hidup
yang kita jalani adalah bentuk tarbiyah Allah yang sangat sempurna.Kita dididik
oleh-Nya dengan ujian yang akan terasa sangat manis apabila kita memetik
hikmahnya.Begitu pula ujian dalam proses perjodohan,di dalamnya aku temukan
pelajaran berharga.
Dua minggu pasca pembatalan pernikahan, temen temenku
melakukan penyelidikan tentang apa sebabnya Helmy membatalkan rencana
pernikahan kami.Dari penyelidika itu diketahui, ternyata dia merasa tidak
sekufu denganku.Ia merasa tak memiliki “modal” untuk membangun mahligai rumah
tangga.
Padahal, aku tak meminta apa apa dalam hal harta,aku tak
tuntut mahar yang sulit, karena aku ingin memenuhi salah satu wanita shalihah
dengan memperingan mahar pernikahan.
Alhasi,ada banyak faktor yang menyebabkan ahkwat seperti aku
tertunda tunda pernikahanya.Salah satunya adalah kegamangan para ikhwan
(sebutan untuk laki laki),sebagaimana yang dialami Helmy,untuk mengaruhi bahtra
pernikahan.
Meski mereka memiliki ilmu yang cukup,tapi mereka merasa
gamang, ragu ragu, dan tidak percaya diri, lantaran merasa tidak memiliki modal
harta yang cukup untuk menikah.Padahal sebenarnya yang tidak cukup mereka
miliki adalah modal keimanan.Bukankah Allah telah memberikan jaminin kecukupan
bagi hamba-Nya yang merasa miskin.
“Dan kawinkanlah orang
orang yang sendirian di antara kamu, dan orang orang yang layak (berkawin) dan
hamba hamba sahayamu yang lelaki dan hamba sahayamu yang perempuan.jika mereka
miskin,Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNYA.Dan Allah Maha Luas lagi
Maha Mengetahui,” ( An-Nuur : 32).
Suara hidayatullah
bana juga